QUNUT, Antara Pro dan Kontra

Share:

Persoalan qunut dalam syariat Islam sebenarnya bukanlah persoalan prinsip melaiinkan furu'iyah. Namun berangkat dari persoalan yang bukan prinsip ini sebagian umat Islam menjadikan qunut sebagai dasar mukholafah antara sesama mereka.

Mukholafah pada masalah furu'iyah oleh sebagian umat Islam mengesankan agama Islam tidak jauh berbeda dengan agama-agama lain, khususnya Yahudi dan Nasrani di mana ke dua kelompok satu dan lainnya selalu berpecah-belah. Dalam Islam adanya mazhab malah menandakan bahwa Islam mengakomodasi pemikiran manusia, asal tidak keluar dari prinsip qidah Islamiyah, termasuk masalah Qunut ini.

Adanya kubu yang pro dan kontra, yang masing-masing memiliki dalil yang kuat, terhadap masalah ini menunjukkan bahwa adanya ikhtilaf yang ada di dalam agama Islam merupakan cerminan dinamika ummat yang memperkaya khazanah; sehingga ikhtilaf dalam hal-hal furu'iyah tersebut masih dianggap wajar. 

Oleh karena itu, dalam menyikapi ikhtilaf ini seharunya tidak kaku dan tertutup dengan mengklaim pendapat sendiri yang benar. Seperti yang kita ketahui bahwa
di Indonesia, khilafiyah furu'iyah ini tampaknya telah membentuk cultural barrier yang memisahkan antara kelompok kelompok kaum muslimin. Untuk menghindari hal itu hendaknya ke dua pihak saling tasammuh, ta'awun dan mahabbah dalam lingkaran ukhuwah semata-mata untuk mencapai ridholloh.

Suatu saat Imam Syafi'i, yang pro qunut manakala menjadi imam sholat Shubuh di sebuah masjid Jami' di Baghdad yang penduduknya mayoritas mengikuti madzhab Abu Hanifah yang kontra qunut, beliau tidak berqunut. Dimana hal ini dilakukan beliau, sebagai seorang mujtahid, untukmenghargai pendapat mujtahid lain, sekalipin bertentangan dengan hasil ijitihadnya sendiri.

By. Ustad Khusnul Qhuluq
(Diringkas dari muqoddimah dan kesimpulan dari buku tsb dengan beberapa adaptasi)

Tidak ada komentar